Pengaruh Independensi, Pengalaman, Due Profesional dan akuntabilitas terhadap kualitas Audit
PENGARUH
INDEPENDENSI, PENGALAMAN, DUE
PROFESSIONAL CARE DAN
AKUNTABILITAS
TERHADAP KUALITAS AUDIT (Studi pada Auditor di KAP “Big Four” di Indonesia)
ELISHA
MULIANI SINGGIH
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
ICUK
RANGGA BAWONO
Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto
ABSTRACT
This study extends two previous
experiment (Aji, 2009 and Rahman, 2009), showing how far independency,
experience, due professional care and accountability influenced audit quality.
This study was conducted by using survey method with questionaire. Population
in this study are entire auditors who work in “Big Four” public accountant
offices in Indonesia. This study used simple random sampling where conducted by
determination of sample counted with Slovin formula, so that the amount of
sample 95 respondents. From 200 questionaire distributed, returned was 136
questionaire, and 11 not complete, so that only 125 questionaire could be
process. Data Analysis conducted with multiple regression model.
Laporan keuangan menyediakan berbagai informasi yang diperlukan sebagai sarana pengambilan keputusan baik oleh pihak internal maupun pihak eksternal perusahaan. Menurut FASB, dua karakteristik terpenting yang harus ada dalam laporan keuangan adalahrelevan (relevance) dan dapat diandalkan (reliable). Kedua karakteristik tersebut sangatlah sulit untuk diukur, sehingga para pemakai informasi membutuhkan jasa pihak ketiga yaitu auditor independen untuk memberi jaminan bahwa laporan keuangan tersebut relevan dan dapat diandalkan, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut. Dengan demikian perusahaan akan semakin mendapatkan kemudahan-kemudahan dalam menjalankan operasi perusahaannya. Namun, diera persaingan yang sangat ketat seperti sekarang ini, perusahaan dan profesi auditor sama-sama dihadapkan pada tantangan-tantangan yang berat. mereka sama-Sama harus mempertahankan eksistisya di peta persaingan dengan perusahaan kompetitor atau rekan seprofesinya. Perusahaan menginginkan Unqualified Opinion sebagai hasil dari laporan audit, agar performancenya terlihat bagus di mata publik sehingga ia dapat menjalankan operasinya dengan lancar. Menurut Chow dan Rice dalam Kawijaya dan Juniarti (2002), manajemen perusahaan berusaha menghindari opini wajar dengan pengecualian karena bisa mempengaruhi harga pasar saham perusahaan dan kompensasi yang diperoleh manajer. Namun, laporan keuangan yang diaudit adalah hasil proses negosiasi antara auditor dengan klien (Antle dan Nalebuff, 1991 dalam Ng dan Tan, 2003).disinilah auditor berada dalam situasi yang dilematis, di satu sisi auditor harus bersikap independen dalam memberikan opini mengenai kewajaran laporan keuangan yang berkaitan dengan kepentingan banyak pihak, namun di sisi lain dia juga harus bisa memenuhi tuntutan yang diinginkan oleh klien yang membayar fee atas jasanya agar kliennya puas dengan pekerjaannya dan tetap menggunakan jasa di waktu yang akan datang. Posisinya yang unik seperti itulah yang 3 menempatkan auditor pada situasi yang dilematis sehingga dapat mempengaruhi kualitas auditnya.Selain independensi, persyaratan-persyaratan lain yang harus dimiliki oleh seorangauditor seperti dinyatakan dalam Pernyataan Standar Auditing (SPAP,2001 : 150.1) adalahkeahlian dandue professional care. Namun seringkali definisi keahlian dalam bidang auditing diukur dengan pengalaman (Mayangsari, 2003). Rahmawati dan Winarna (2002),dalam m risetnya menemukan fakta bahwa pada auditor, expectation gap terjadi karenakurangnya pengalaman kerja dan pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas pada bangku kuliah saja. Padahal menurut Djaddang dan Agung (2002) dalam Rahmawati dan Winarna (2002), auditor ketika mengaudit harus memiliki keahlian yang meliputi dua unsur yaitu pengetahuan dan pengalaman. Karena berbagai alasan seperti diungkapkan di atas, pengalaman kerja telah dipandang sebagai suatu faktor penting dalam memprediksi kinerja akuntan publik, Dalam hal ini adalah kualitas auditnya. Syarat diri auditor yang ketiga adalah due professional care.Penting bagi auditor untuk mengimplementasikan due professional care Dalam pekerjaan auditnya. Hal ini dikarenakan standartd of care untuk auditor berp indah target yaitu menjadi berdasarkan kekerasan konsekuensi dari kegagalan audit. Kualitas audit yang tinggi tidak menjamin dapat melindungi auditor dari kewajiban hukum saat konsekuensi dari kegagalan audit adalah keras (Kadous, 2000). Terlebih dengan adanya fenomena hindsight bias yang sangat merugikan profesi akuntan publik. Jikahindsight bias diberlakukan, maka auditor harus membuat keputusan tanpa pengetahuan hasil akhir, tetapi kewajiban auditor ditentukan dari sebuah perspektif hasil akhir (Anderso dkk, 1997). Dalam mengevaluasi auditor, juri menganggap bahwa peristiwa-peristiwa tertentu secara potensial dapat diprediksi dan (inforesight) seharusnya dapat mengantisipasi sebuah hasil yang menjadi jelas.
Kualitas
audit seperti dikatakan oleh De Angelo (1981) dalam Alim dkk. (2007), yaitu
sebagai probabilitas dimana seorang auditor menemukan dan melaporkan tentang
adanya suatu pelanggaran dalam sistem akuntansi kliennya. Sedangkan Christiawan
(2005) mengungkapkan, kualitas audit ditentukan oleh dua hal yaitu independensi
dan kompetensi. Dari definisi di atas, maka kesimpulannya adalah auditor yang
kompeten adalah auditor yang “mampu” menemukan adanya pelanggaran sedangkan
auditor yang independen adalah auditor yang
"mau" mengungkapkan pelanggaran tersebut. Jelas terlihat bahwa
independensi dan kompetensi seperti dikatakan Christiawan (2005) dan merupakan
faktor penentu kualitas audit dilihat dari sisi auditor.
Standar
Auditing Seksi 220.1 (SPAP : 2001) menyebutkan bahwa independen bagi seorang
akuntan publik artinya tidak mudah dipengaruhi karena ia melaksanakan
pekerjaannya untuk kepentingan umum. Oleh karena itu ia tidak dibenarkan
memihak kepada siapapun, sebab bagaimanapun sempurnanya keahlian teknis yang
dimilikinya, ia akan kehilangan sikap tidak memihak
yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
Knoers dan Haditono (1999) dalam
Asih (2006 : 12) mengatakan bahwa pengalaman merupakan suatu proses
pembelajaran dan penambahan perkembangan potensi bertingkah laku baik dari
pendidikan formal maupun non formal atau bisa juga diartikan sebagai suatu
proses yang membawa seseorang kepada suatu pola tingkah laku yang lebih tinggi.
Variabel pengalaman akan diukur dengan menggunakan indikator lamanya bekerja, frekuensi pekerjaan pemeriksaan yang telah dilakukan,
dan banyaknya pelatihan yang telah diikutinya.
Due professional care memiliki
arti kemahiran profesional yang cermat dan
seksama. Menurut PSA No. 4 SPAP (2001), kecermatan dan keseksamaan dalam
penggunaan kemahiran profesional menuntut auditor untuk melaksanakan skeptisme
profesional, yaitu suatu sikap auditor yang berpikir kritis terhadap bukti
audit dengan selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi terhadap bukti audit
tersebut. Penggunaan kemahiran profesional dengan cermat dan seksama
memungkinkan auditor untuk memperoleh keyakinan memadai bahwa laporan keuangan
bebas dari salah saji material, baik yang disebabkan oleh kekeliruan maupun
kecurangan.
KERANGKA TEORITIS DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
1.
Kualitas
Audit
2.
Independensi
yang justru sangat diperlukan untuk mempertahankan kebebasan pendapatnya.
3.
Pengalaman
4.
Due Professional Care
5.
Akuntabilitas
Tetclock (1984) dalam Mardisar
dan Sari (2007) mendefinisikan akuntabilitas sebagai bentuk dorongan psikologi
yang membuat seseorang berusaha mempertanggungjawabkan semua tindakan dan
keputusan yang diambil kepada lingkungannnya.
6.
Hubungan
Independensi dengan Kualitas Audit
Fearnley dan Page (1994 : 7)
dalam Hussey dan Lan (2001) mengatakan bahwa sebuah audit hanya dapat menjadi
efektif jika auditor bersikap independen dan dipercaya untuk lebih cenderung
melaporkan pelanggaran perjanjian antara prinsipal (pemegang saham dan
kreditor) dan agen (manajer). Sedangkan menurut Christiawan (2002), seorang
akuntan publik yang independen adalah akuntan publik yang tidak mudah
dipengaruhi, tidak memihak siapapun, dan berkewajiban untuk jujur tidak hanya
kepada
manajemen dan pemilik perusahaan, tetapi juga pihak lain pemakai laporan
keuanga yang mempercayai hasil pekerjaanya.
Dari
kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa jika seorang auditor bersikap
independen, maka ia akan memberi penilaian yang senyatanya terhadap laporan
keuangan yang diperiksa, tanpa memiliki beban apapun terhadap pihak manapun.
Maka penilaiannya akan mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari sebuah
perusahaan yang diperiksa. Dengan demikian maka jaminan atas keandalan laporan
yang diberikan oleh auditor tersebut dapat dipercaya oleh semua pihak yang
berkepentingan. Jadi kesimpulannya adalah semakin tinggi independen seorang audit maka kualitas audit akan semakin baik.


Komentar
Posting Komentar